Rabu, 07 September 2011

Join dengan Harian Terbit 23 Agustus 2011

KBIH, antara perlu dan tidak perlu bagi   
  penyelenggaraan haji reguler

Kelompok Bimbingan Ibadah Haji atau KBIH, kedudukannya bisa dianggap perlu dan tidak perlu bagi penyelenggaraan Haji Regular. Pada saat ini, para penyelenggara KBIH harus pandai-pandai mengelola modalnya yang juga tidak sedikit. Setiap tahun harus mendaftarkan diri untuk pergi haji guna mendampingi anggota-nya. Setiap satu tenaga KBIH yang akan bertugas, harus menyisihkan uang untuk berangkat  haji sekitar 25 juta lima ratus ribu rupiah. Biasanya, mendaftar  untuk 4 tahun secara berurutan, shingga identik dengan kesiapan dana minimal 100 jutaan.


Mau tidak mau, dana sebesar itu harus dipikul oleh para jamaah yang minta dilayani dan dipandu oleh sebuah KBIH. Belum lagi biaya-biaya untuk latihan manasik, kegiatan ziarah di Arab Saudi dan dana tak terduga bagi jamaah selama di Arab Saudi.. Semua harus masuk dalam perhitungan  bila KBIH dimaksud ingin bisa menampilkan layanan standard. 


   Atas dasar itulah, sekali waktu kedapatan keluhan di Tanah Suci. Mulai adanya pungutan tambahan hingga “Living Cost” yang diminta sepenuhnya oleh KBIH atau hal-hal kecil lainnya yang terkadang seperti daging yang nyelip digigi kita sehabis makan. Umpamanya adanya titipan rokok di setiap koper jamaah di KBIH nya dan lain-lain senada. Di masyarakat, penyelenggara KBIH lumayan banyak. KBIH yang profesional biasanya punya “Alumni”  banyak. 

    Pemandunya fasih berbahasa Arab dan Inggris. Hampir semuanya transparan seperti di rumah makan Padang. Ada daftar menu layanan dan  harganya.  Cekatan dan punya relasi luas di Arab Saudi untuk mendapatkan solusi permasalahan yang terjadi. Bisa memadukan jadwal ziarah dengan rankaian ibadah Sholat Arbain di Madinah, sehingga ziarahnya banyak dan Sholat Arbainnya selalu tepat


Selama di Arab Saudi 

Layanan KBIH selama di Arab Saudi terasa diper-lukan, apalagi kalau petu-gas hajinya kurang tanggap dan tak punya taktik untuk melayani jamaah mandiri atau jamaah “Non KBIH”. Bisa jadi jamaah mandiri merasa seperti  anak ayam yang kehi-langan induk.. Terutama jika Ketua Regu dan Ketua Rombongannya menjadi pengikut salah satu KBIH. Mereka pasti akan me-ngikuti gerak dan irama KBIH nya, dari pada peran dan tanggung jawabnya sebagai Ketua Regu atau Ketua Rombongan.   

Sementara itu, pada waktu Wukuf di Arafah, . Jamaah mandiri yang  tidak dikum-pulkan dalam satu regu atau satu rombong-an, akan cerai berai dan senantiasa menjadi minoritas di kelompok atau regu maupun rombongannya. Akan mudah dikenali, sekiranya semua jamaah mandiri menggunakan tanda pengenal kain pe-ngikat bahu berwarna putih dan digabung dalam satu rombongan sendiri.(Bgs) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar